REAKSI ANAFILAKTIK










Ramli Randan
SOP No Dokumen 239/SOP/GRC/III/2019
No Revisi 0
Tanggal Terbit 04 Maret 2019
Halaman 1/2
Klinik Pratama Rawat Jalan
Gracia
1. Pengertian

Anafilaksis adalah suatu reaksi alergi berat yang terjadi secara tiba-tiba dan dapat menyebabkan kematian. Anafilaksis biasanya ditunjukkan dengan beberapa gejala termasuk di antaranya ruam gatal, pembengkakan tenggorokan, dispnea, muntah, kepala terasa ringan, dan tekanan darah rendah.

2. Tujuan

Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk mengatasi reaksi anafilaktik.

3. Kebijakan
  • Keputusan Kepala Klinik Gracia Nomor 98/SK/GRC/I/2023 tentang
    Kebijakan Pelayanan Klinis
4. Referensi

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/514/2015 Tentang Panduan Praktis Klinik Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama.

5. Alat dan Bahan
6. Prosedur
  1. Petugas melakukan anamnesa dan didapatkan keluhan: 
    1. Gejala respirasi dapat dimulai berupa bersin, hidung tersumbat atau batuk saja yang kemudian segera diikuti dengan sesak napas.
    2. Gejala kulit berupa gatal, kulit kemerahan.
    3. Gangguan gastrointestinal berupa perut kram, mual, muntah sampai diare yang juga dapat merupakan gejala prodromal untuk timbulnya gejala gangguan nafas dan sirkulasi.
  2. Petugas melakukan pemeriksaan fisik: Pasien tampak sesak, frekuensi napas meningkat, sianosis karena edema laring, bronkospasme, hipotensi. Takikardia, edema periorbital, mata berair, hiperemi konjungtiva. Tanda prodromal pada kulit berupa urtikaria dan eritema.
  3. Petugas menegakkan diagnosa dengan beberapa kriteria:
    1. Onset gejala akut (beberapa menit hingga beberapa jam) yang
      melibatkan kulit, jaringan mukosa, atau keduanya (misal:
      urtikaria generalisata, pruritus dengan kemerahan,
      pembengkakan bibir/lidah/uvula) dan sedikitnya salah satu dari tanda berikut ini:
      • Gangguan respirasi (misal: sesak nafas, wheezing akibat
        bronkospasme, stridor, penurunan arus puncak ekspirasi/APE, hipoksemia).
      • Penurunan tekanan darah atau gejala yang berkaitan dengan kegagalan organ target (misal: hipotonia, kolaps vaskular, sinkop, inkontinensia).
    2. Dua atau lebih tanda berikut yang muncul segera (beberapa
      menit hingga beberapa jam) setelah terpapar alergen yang
      mungkin (likely allergen), yaitu:
      • Keterlibatan jaringan mukosa dan kulit.
      • Gangguan respirasi.
      • Penurunan tekanan darah atau gejala yang berkaitan dengan kegagalan organ target.
      • Gejala gastrointestinal yang persisten (misal: nyeri kram
        abdomen, muntah).
    3. Penurunan tekanan darah segera (beberapa menit atau jam)
      setelah terpapar alergen yang telah diketahui (known allergen),
      sesuai kriteria berikut:
      • Bayi dan anak: Tekanan darah sistolik rendah (menurut umur) atau terjadi penurunan > 30% dari tekanan darah sistolik semula.
      • Dewasa: Tekanan darah sistolik <90 mmHg atau terjadi
        penurunan>30% dari tekanan darah sistolik semula.
  4. Petugas menegakkan diagnosa.
  5. Petugas melakukan tatalaksana:
    1. Posisi trendelenburg atau berbaring dengan kedua tungkai
      diangkat (diganjal dengan bantal) akan membantu menaikkan
      venous return sehingga tekanan darah ikut meningkat.
    2. Pemberian Oksigen 3–5 liter/menit harus dilakukan.
    3. Pemasangan infus, cairan plasma expander (Dextran) merupakan pilihan utama guna dapat mengisi volume intravaskuler secepatnya. Jika cairan tersebut tak tersedia, Ringer Laktat atau NaCl fisiologis dapat dipakai sebagai cairan pengganti. Pemberian cairan infus sebaiknya dipertahankan sampai tekanan darah kembali optimal dan stabil.
    4. Adrenalin 0,3 – 0,5 ml dari larutan 1 : 1000 diberikan secara
      intramuskuler yang dapat diulangi 5–10 menit. Dosis ulangan
      umumnya diperlukan, mengingat lama kerja adrenalin cukup
      singkat. Jika respon pemberian secara intramuskuler kurang
      efektif, dapat diberi secara intravenous setelah 0,1 – 0,2 ml
      adrenalin dilarutkan dalam spuit 10 ml dengan NaCl fisiologis,
      diberikan perlahan-lahan. Hindari pemberian secara subkutan karena efeknya lambat bahkan mungkin tidak ada akibat vasokonstriksi pada kulit, sehingga absorbsi obat tidak terjadi.
    5. Antihistamin dan kortikosteroid merupakan pilihan kedua setelah adrenalin. Dapat diberikan setelah gejala klinik mulai
      membaik guna mencegah komplikasi selanjutnya. Antihistamin yang biasa digunakan adalah difenhidramin HCl 5–20 mg IV dan untuk golongan kortikosteroid dapat digunakan  deksametason 5–10 mg IV.
    6. Resusitasi Kardio Pulmoner (RKP), seandainya terjadi henti jantung (cardiac arrest) maka prosedur resusitasi  kardiopulmoner segera harus dilakukan sesuai dengan falsafah ABC.
  6. Petugas mengedukasi pasien agar tidak menyuntikkan obat yang
    sama bila sebelumnya pernah ada riwayat alergi betapapun kecilnya.
  7. Petugas merujuk pasien apabila dengan penanganan yang dilakukan tidak terdapat perbaikan.
  8.  Petugas memberikan resep kepada pasien untuk diserahkan ke unit farmasi.
  9. Petugas mendokumentasikan semua hasil anamnesis, pemeriksaan, diagnosa, terapi, rujukan yang telah dilakukan dalam rekam medis pasien.
Reaksi Anafilaktik
7. Diagram Alir -
8. Unit Terkait
  1. Pelayanan Umum
  2. Pelayanan Gigi
Rekaman Historis Perubahan
No Yang Diubah Isi Perubahan Tanggal Mulai Diberlakukan